Bisnis Dan Etika Dalam Dunia Modern

Bisnis Dan Etika Dalam Dunia Modern

1.Tiga Aspek Pokok Dari Bisnis

Bisnis modern merupakan realitas yang amat kompleks. Banyak faktor yang turut mempengaruhi dan menentukan kegiatan bisnis. Antara lain ada faktor organisatoris – manajerial, ilmiah – teknologis, dan politik – sosial – kultural.Bisnis sebagai kegiatan sosial bisa disoroti sekurang –kurangnya dari tiga sudut pandang yang berbeda tetapi tidak selalu mungkin dipisahkan, yaitu sudut pandang ekonomi, hokum, dan etika
.
a.Sudut Pandang Ekonomis

Bisnis adalah kegiatan ekonomis. Yang terjadi dalam kegiatan ini adalah tukar menukar, jual – beli, memproduksi – memasarkan, bekerja – memperkerjakan, dan interaksi manusiawi lainnya dengan maksud memperoleh untung. Bisnis dapat dilogiskan sebagai kegiatan ekonomis yang kurang lebih terstruktur atau terorganisasi untuk menghasilkan keuntungan. Dalam bisnis modern, untung diekspresikan dalam bentuk uang. Tetapi hal itu tidak hakiki untuk bisnis. Bisnis berlangsung sebagai komunikasi sosial yang menguntungkan untuk kedua belah pihak yang melibatkan diri. Bisnis bukanlah karya amal. Bisnis justru tidak mempunyai sifat membantu orang dengan sepihak, tanpa mengharapkan suatu kembali.
Teori ekonomi menjelaskan bagaimana dalam sistem ekonomi pasar bebas para pengusaha dengan memanfaatkan sumber daya langka, menghasilkan barang dan jasa yang berguna bagi masyarakat.
Efisiensi ekonomis artinya hasil maksimal akan dicapai dengan pengeluaran minimal. Efisiensi merupakan kata kunci dalam ekonomi modern.
Dipandang dari sudut ekonomis, good business atau bisnis yang baik adalah bisnis yang membawa banyak untung.

b. Sudut Pandang Moral

Dengan tetap mengakui peranan sentral dari sudut pandang ekonomis dalam bisnis, perlu segera ditambahkan adanya sudut pandang lain yang tidak boleh diabaikan, yaitu sudut pandang moral.
Bisnis yang baik (good business) bukan saja bisnis yang menguntungkan. Bisnis yang baik adalah juga bisnis yang baik secara moral. Malah perlu ditekankan, arti moralnya merupakan salah satu arti penting bagi kata “ baik “. Perilaku yang baik merupakan perilaku yang sesuai dengan norma – norma moral, perilaku yang buruk bertentangan atau menyimpang dari norma – norma moral. Suatu perbuatan dapat dinilai baik menurut arti terdalam justru kala memenuhi standard etis tersebut.

c.Sudut Pandang Hukum

Tidak bisa diragukan lagi, bisnis terikat juga oleh hukum. “ Hukum Dagang “ atau “ Hukum Bisnis “merupakan cabang penting dari ilmu hukum modern. Seperti etika pula, hukum merupakan sudut pandang normatif, karena menetapkan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
Terdapat kaitan erat antara hukum dan etika. Dalam kekaisaran Roma sudah dikenal pepatah : “ Quid leges sine moribus? “, yang berarti “ Apa artinya undang – undang, kalau tidak disertai moralitas? “
Walaupun terdapat hubungan erat antara norma hukum dan norma etika, namun dua macam norma itu tidak sama. Disamping sudut pandang hukum, kita tetap membutuhkan sudut pandang moral. Untuk itu dapat dikemukakan beberapa alasan. Pertama, banyak hal bersifat tidak etis, sedangkan menurut hukum tidak dilarang. Tidak semuanya yang bersifat immoral adalah ilegal juga. Malah ada perilaku yang dari segi moral sangat penting, tetapi tidak diatur oleh hukum. Kedua, bahwa proses terbentuknya undang – undang atau peraturan hukum memakan waktu lama, sehingga masalah – masalah baru tidak bisa segera diatur secara hukum. Ketiga, bahwa hukum itu sering kali bisa disalahgunakan. Perumusan hukum tidak pernah sempurna sehingga orang yang beritikat buruk bisa memanfaatkan celah – celah dalam hukum. Alasan yang keempat cukup dekat dengan itu. Bisa terjadi, hukum memang bisa dirumuskan dengan baik, tetapi karena salah satu alasan sulit untuk dilaksanakan, misalnya, karena sulit dijalankan control yang efektif. Kelima, hukum kerap kali mempergunakan pengertian yang dalam konteks hukum itu sendiri tidak di definisikan dengan jelas dan sebenarnya diambil dari konteks moral.

Tolak Ukur Untuk Tiga Sudut Pandang Ini

a. Hati Nurani
Suatu perbuatan adalah baik jika dilakukan sesuai hati nurani dan suatu perbuatan adalah buruk jika dilakukan bertentangan dengan hati nurani. Hati nurani adalah norma yang sering kali sulit dipakai dalam forum umum dan harus dilengkapi dengan norma – norma yang laen.

b. Kaidah Emas
Cara lebih objektif untuk menilai baik buruknya perilaku moral adalah mengukurnya dengan kaidah emas yang berbunyi : “ hendaklah memperlakukan orang lain sebagaimana anda sendiri ingin diperlakukan. “
Kaidah emas dapat dirumuskan dengan cara positif maupun negatif. Tadi diberikan perumusan positif. Bila dirumuskan secara negatif, kaidah emas berbunyi : “ janganlah melakukan terhadap orang lain, apa yang anda sendiri tidak ingin akan dilakukan terhadap diri anda. “

c. Penilaian Umum
Cara ketiga dan barangkali yang paling ampuh untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah menyerahkannya kepada masyarakat umum untuk dinilai. Cara ini bisa disebut juga “ audit sosial. “
Sejauh masyarakat yang menilai masih terbatas, hasil penilaiannya mudah bersifat subjektif. Untuk mencapai suatu tahap objektif, perlu penilaian moral dijalankan dalam suatu forum yang seluas mungkin. Karena itu “ audit sosial “ menuntut adanya ketebukaan.
Dapat disimpulkan, supaya patut disebut good business, tingkah laku bisnis harus memenuhi syarat – syarat dari semua sudut pandang tadi.

2.Apa Itu Etika Bisnis?

Kata “ etika “ dan “ etis “ tidak selalu dipakai dalam arti yang sama. Untuk menganalisis arti – arti etika adalah membedakan antara “ etika sebagai praksis “ dan “ etika sebagai refleksi. “ Etika sebagai praksis berarti : nilai – nilai dan norma – norma moral sejauh dipraktekkan atau justru tidak dipraktekkan, walaupun seharusnya dipraktekkan. Dapat juga dikatakan, etika sebagai praksis adalah apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral. Etika sebagai praksis sama artinya dengan moral atau moralitas : apa yang harus dilakukan, tidak boleh dilakukan, pantas dilakukan, dsb.
Etika sebagai refleksi adalah pemikiran moral. Dalam etika sebagai refleksi, kita berpikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Etika sebagai refleksi menyoroti dan menilai baik buruknya perilaku seseorang.
Etika sebagai ilmu mempunyai tradisi yang sudah lama. Tradisi ini sama panjangnya dengan seluruh sejarah filsafat, karena etika dalam arti ini merupakan suatu cabang filsafat. Karena itu etika sebagai ilmu sering disebut juga filsafat moral atau etika filosofis.
Etika adalah cabang filsafat yang mempelajari baik buruknya manusia. Karena itu etika dalam arti ini disebut juga filsafat praktis.
Seperti etika terapan pada umumnya, etika bisnis dapat dijalankan pada tiga taraf : taraf makro, meso, dan mikro. Pada taraf makro, etika bisnis mempelajari aspek – aspek moral dari sistem ekonomi sebagai keseluruhan. Jadi, disini masalah – masalah etika disoroti pada skala besar. Pada taraf meso, etika bisnis menyelidiki masalah – masalah etis dibidang organisasi. Pada taraf mikro, yang difokuskan ialah individu dalam hubungan dengan ekonomi atau bisnis. Disini mempelajari tanggung jawab etis dari karyawan dan majikan, bawahan dan manajer, dll.

3.Perkembangan Etika Bisnis

Sepanjang sejarah, kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah luput dari sorotan etika. Sejak manusia terjun dari perniagaan, kegiatan ini tidak terlepas dari masalah etis. Aktivitas perniagaan selalu sudah berurusan dengan etika, artinya selalu harus mempertimbangkan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Belum pernah dalam sejarah, etika bisnis mendapat perhatian begitu besar dan intensif seperti sekarang ini. Richard De George mengusulkan untuk membedakan antara etika dalam bisnis dan etika bisnis. Etika dalam bisnis berbicara tentang bisnis sebagai salah satu topik disamping sekian banyak topik lainnnya. Etika dalam bisnis belum merupakan suatu bidang khusus yang memiliki corak dan identitas tersendiri. Etika dalam bisnis mempunyai riwayat yang sudah panjang sekali, sedangkan umur etika bisnis masih muda sekali. Etika bisnis dalam arti khusus ini pertama kali timbul di Amerika Serikat pada tahun 1970-an. Dengan memanfaatkan dan memperluas pemikiran De George ini kita dapat membedakan lima periode dalam perkembangan etika dalam bisnis menjadi etika bisnis, yaitu situasi dahulu, masa peralihan : tahun 1960an, etika bisnis lahir di Amerika Serikat tahun 1970an, etika bisnis meluas ke Eropa tahun 1980an, dan etika bisnis menjadi fenomena global tahun 1990an.

4.Profil Etika Bisnis Dewasa Ini

Praktis di segala kawasan dunia etika bisnis diberikan sebagai mata kuliah di perguruan tinggi. Menurut dugaan De George, tahun 1987, di Amerika Serikat saja diberikan lebih dari 500 kuliah etika bisnis, yang melibatkan lebih dari 40.000 mahasiswa.
Banyak sekali publikasi diterbitkan tentang etika bisnis. Pada tahun 1987 De George menyebut paling sedikit 20 buku pegangan tentang etika bisnis dan 10 buku kasus di Amerika Serikat.
Sekurang – kurangnya ada tiga seri buku tentang etika bisnis, yaitu The Ruffin Series In Business Attics, Issues In Business Attics, Sage Series In Business Attics.
Sudah ada cukup banyak jurnal ilmiah khusus tentang etika bisnis.
Dalam bahasa Jerman sudah tersedia kamus tentang etika bisnis : Lexikon der Wirtschaftsethik (Kamus Etika Ekonomi)
Sekarang dapat ditemukan juga cukup banyak institut penelitian yang mendalami masalah etika bisnis.
Sudah didirikan beberapa asosiasi dengan tujuan khusus memajukan etika bisnis.
Di Amerika Serikat dan Eropa Barat disediakan beberapa program studi tingkat S2 dan S3 khusus di bidang etika bisnis.

5.Faktor Sejarah Dan Budaya Dalam Etika Bisnis

Dewasa ini orang akan merasa bangga, bila dapat menunjukkan kartu nama yang menyingkapkan identitasnya sebagai direktur atau manajer perusahaan yang ternama. Bisnis sebagai pekerjaan tidak dinilai kurang dari profesi lain, terutama kalau menghasilkan pendapatan tinggi.
Jika kita mempelajari sejarah dunia barat, sikap positif ini tidak selamanya menandai pandangan terhadap bisnis. Sebaliknya, berabad – abad lamanya terdapat tendensi cukup kuat yang memandang bisnis atau perdagangan sebagai kegiatan yang tidak pantas bagi manusia beradab. Pedagang tidak mempunyai nama baik dalam masyarakat barat di masa lampau. Orang seperti pedagang jelas – jelas dicurigai kualitas etisnya. Sikap negatif ini berlangsung terus sampai zaman modern dan baru menghilang seluruhnya sekitar waktu industrialisasi.

6.Kritik Atas Etika Bisnis

Etika bisnis sebagai usaha intelektual dan akademis yang baru pasti masih menderita banyak “ penyakit anak. ” Banyak hal yang perlu dikerjakan lagi dan banyak hal yang sudah dikerjakan perlu disempurnakan. Karena itu etika bisnis harus terbuka bagi kritik yang membangun. Dibawah ini akan dibahas beberapa contoh. Barangkali penjelasan ini bisa membantu mendapatkan gambaran lebih lengkap tentang maksud etika bisnis sekarang ini.

a.Etika Bisnis Mendiskriminasi

Kritik pertama ini berasal dari Peter Drucker, ahli ternama dalam bidang teori manajemen. Inti keberatan Drucker ialah bahwa etika bisnis menjalankan semacam diskriminasi. Mengapa dunia bisnis harus dibebankan dengan etika? Mereka berpendapat bahwa perbuatan yang tidak bersifat immoral atau ilegal kalau dilakukan orang biasa menjadi immoral atau ilegal kalau dilakukan oleh orang bisnis. Dan Drucker menyimpulkan bahwa etika bisnis itu menunjukkan adanya sisa – sisa dari permusuhan yang lama terhadap bisnis dan kegiatan ekonomis. Kritiknya berasal dari salah paham besar terhadap etika bisnis. Justru karena orang bisnis merupakan orang biasa, mereka membutuhkan etika. Adanya etika bisnis membuktikan bahwa bagi bisnis justru tidak ada pengecualian.

b.Etika Bisnis Itu Kontradiktif

Kritik ini ditemukan dalam kalangan populer yang cukup luas. Orang – orang ini menilai etika bisnis sebagai suatu usaha naïf. Dunia bisnis itu ibarat rimba raya dimana tidak ada tempat untuk etika. Etika dan bisnis bagaikan air dan minyak.

c.Etika Bisnis Tidak Praktis

Andrew Stark, seorang dosen manajemen di Universitas Toronto memberikan kritik yang cukup pedas. Menurut Stark, etika bisnis adalah “ too general, too theoretical, too impractical. “ Ia menilai, kesenjangan besar menganga antara etika bisnis akademis dan para professional di bidang manajemen. Dan ia memberi komentar : apa yang mereka hasilkan itu seringkali lebih mirip filsafat sosial yang muluk – muluk daripada advis etika yang berguna untuk para profesional. Karena itu kita mencoba untuk menanggapinya sebagai berikut. Pertama, Stark hanya memandang dan mengutip artikel dan buku ilmiah tentang etika bisnis. Kedua, Stark merupakan contoh tentang tendensi Amerika Utara untuk mengutamakan tahap mikro dalam etika bisnis. Ia hanya memperhatikan aspek – aspek etis dari keputusan yang harus diambil manajer dan kurang berminat untuk kerangka menyeluruh dimana pekerjaannya ditempatkan. Ketiga, sebagai ilmu, etika bisnis selalu bergerak pada taraf refleksi dan akibatnya pada taraf teoritis juga.

d.Etikawan Tidak Bisa Mengambil Alih Tanggung Jawab

Kritisi ini meragukan entah etika bisnis memiliki keahlian etis khusus, yang tidak dimiliki oleh para pebisnis dan manajer itu sendiri. Kritik tersebut merupakan salah paham. Etika bisnis sama sekali tidak bermaksud mengambil alih tanggung jawab etis dari para pebisnis. Etika bisnis tidak berpretensi memiliki keahlian yang sama sifatnya seperti banyak keahlian yang lain. Etika bisnis tidak bermaksud mengganti tempat dari orang yang mengambil keputusan moral. Etika bisnis bisa membantu untuk mengambil keputusan moral yang dapat dipertanggungjawabkan, tapi tidak berniat mengganti tempat dari para pelaku moral dalam perusahaan. Bagi etika bisnis berlaku peribahasa inggris : “ you can lead the horse to the water, but you cannot make him drink. “

Published in: on January 2, 2010 at 4:31 am  Leave a Comment  

The URI to TrackBack this entry is: https://jetplanonsky.wordpress.com/2010/01/02/bisnis-dan-etika-dalam-dunia-modern/trackback/

RSS feed for comments on this post.

Leave a comment